Beranda | Artikel
Benarkah Tahnik Adalah Imunisasi Dalam Ajaran Islam?
Senin, 15 Oktober 2012

Sejumlah tulisan menyebar mengenai imunisasi yang dinisbatkan dengan agama Islam,yaitu imunisasi alami dengan tahnik, bahkan sampai mengatakan bahwa tujuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau hikmah dari tahnik adalah imunisasi alami, dimana bakteri dari mulut yang mengunyah kurma akan masuk ke perut bayi sehingga mencetus imunitas alamiah. Atau klaim sebagai imunisasi yang islami. Pendapat ini umumnya diusung oleh kelompok antivaksin untuk menolak vaksinasi.

Dalam tulisan ini, kami akan membawakan beberapa penjelasan ulama mengenai hikmah tahnik, dari beberapa  penjelasan ulama disimpulkan bahwa ternyata pernyataan “tahnik adalah imunisasi dalam islam” tidak tepat. Berikut pembahasannya

 

Tahnik dan hadits-hadits mengenai tahnik

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan pengertian tahnik,

والتحنيك مضغ الشيء ووضعه في فم الصبي ودلك حنكه به يصنع ذلك بالصبي ليتمرن على الأكل ويقوى عليه وينبغي عند التحنيك أن يفتح فاه حتى ينزل جوفه وأولاه التمر فإن لم يتيسر تمر فرطب وإلا فشيء حلو وعسل النحل أولى من غيره

Tahnik ialah Mengunyah sesuatu kemudian meletakkan/ memasukkannya ke mulut bayi lalu menggosok-gosokkan ke langit-langit (mulut)nya. Dilakukan demikian kepada bayi agar supaya ia terlatih terhadap makanan dan untuk menguatkannya. Dan yang patut dilakukan ketika mentahnik hendaklah mulut (bayi tersebut) dibuka sehingga (sesuatu yang telah dikunyah) masuk ke dalam perutnya. Dan yang lebih utama (ketika) mentahnik ialah dengan kurma kering (tamr). Jika tidak mudah mendapatkan kurma kering (tamr) maka dengan kurma basah (ruthab) . Dan kalau tidak ada kurma dengan sesuatu yang manis dan tentunya madu lebih utama dari yang lainnya (kecuali kurma)”.[1]

 

Hadits-hadist mengenai tahnik berikut ini.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Burdah dari Abu Musa, dia berkata,

وُلِدَ لِى غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ

“Pernah dikaruniakan kepadaku seorang anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan sebuah kurma.[2]

Dari Anas Radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

كَانَ ابْنٌ ِلأَبِي طَلْحَةَ يَشْتَكِي، فَخَرَجَ أَبُو طَلْحَةَ فَقُبِضَ الصَّبِيُّ فَلَمَّا رَجَعَ أَبُو طَلْحَةَ قَالَ: مَا فَعَلَ الصَّبِيُّ؟ قَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ: هُوَ أَسْكَنُ مِمَّا كَانَ. فَقَرَّبَتْ إِلَيْهِ الْعَشَاءَ، فَتَعَشَّى ثُمَّ أَصَابَ مِنْهَا، فَلَمَّا فَرَغَ قَالَتْ: وَارِ الصَّبِيَّ. فَلَمَّا أَصْبَحَ أَبُو طَلْحَةَ أَتَى رَسُولَ اللهِ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: أَعْرَسْتُمُ اللَّيْلَةَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: اَللّهُمَّ بَارِكْ لَهُمَا. فَوَلَدَتْ غُلاَمًا قَالَ لِي أَبُو طَلْحَةَ: اِحْمَلْهُ حَتَّى تَأْتِيَ بِهِ النَّبِيَّ فَقَالَ: أَمَعَهُ شَيْءٌ؟ قَالُوا: نَعَمْ تَمَرَاتٌ. فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ فَمَضَغَهَا ثُمَّ أَخَذَ مِنْ فِيهِ فَجَعَلَهَا فِي الصَّبِيِّ وَحَنَّكَهُ بِهِ وَسَمَّاهُ عَبْدَ اللهِ.

“Seorang anak Abu Thalhah merasa sakit. Lalu Abu Thalhah keluar rumah sehingga anaknya itu pun meninggal dunia. Setelah pulang, Abu Thalhah berkata, ‘Apa yang dilakukan oleh anak itu?’ Ummu Sulaim menjawab, ‘Dia lebih tenang dari sebelumnya.’ Kemudian Ummu Sulaim menghidangkan makan malam kepadanya. Selanjutnya Abu Thalhah mencampurinya. Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata, ‘Tutupilah anak ini.’ Dan pada pagi harinya, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya memberitahu beliau, maka beliau bertanya, “Apakah kalian bercampur tadi malam?’ ‘

Ya,’ jawabnya. Beliau pun bersabda, ‘Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada keduanya.’
Maka Ummu Sulaim pun melahirkan seorang anak laki-laki. Lalu Abu Thalhah berkata kepadaku (Anas bin Malik),   ‘Bawalah anak ini sehingga engkau mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apakah bersamanya ada sesuatu (ketika di bawa kesini?’ Mereka menjawab, ‘Ya. Terdapat beberapa buah kurma.’
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil buah kurma itu lantas mengunyahnya,
lalu mengambilnya kembali dari mulut beliau dan meletakkannya di mulut anak tersebut kemudian mentahniknya dan memberinya nama ‘Abdullah.[3]

عن عا ء شة رضى الله عنها قا لت : أتى النبى صلى الله عليه و سلم بصبى يحنكه فبا ل عليه فأ تبعه الماء

Dari Aisyah, ia berkata, “Didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang bayi laki-laki beliau mentahniknya, lalu bayi itu mengecinginya, kemudian beliau memercikkannya dengan air”[4]

Dan dalam lafadz Muslim sebagai berikut.

عن عا ء شة زوج النبى صلى الله عليه و سلم أن رسو ل الله صلى الله عليه و سلم يؤ تى با لصبيا ن فيبرك عليهم ويحنكهم فأ تى بصبى فبال عليه قد عا بماء فأ تبعه بو له ولم يغسله

“Artinya : Dari Aisyah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di datangkan kepada beliau beberapa bayi kemudian beliau mendo’akan keberkahan atas mereka dan mentahnik mereka. Lalu dibawa kepada beliau seorang bayi laki-laki, lalu bayi itu kencing dipangkuan beliau, kemudian beliau meminta air dan memercikkannya ke kencing bayi tersebut dan beliau tidak mencucinya”

 

Hikmah tahnik dan penjelasan ulama

Hikmahnya adalah agar yang paling pertama masuk di perut bayi adalah sesuatu yang manis dan ketika itu berdoa mengharapkan keberkahan.

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullah menjelaskan,

وأما الحكمة من التحنيك بالتمر، فقد كان العلماء قديما يرون أن هذه السنة فعلها النبي صلى الله عليه وسلم ليكون أول شيء يدخل جوف الطفل شيء حلو ، ولذا استحبوا أن يحنك بحلو إن لم يوجد التمر

“Adapun hikmah dari tahnik menggunakan kurma maka para ulama terdahulu berpendapat bahwa ini adalah sunnah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar yang paling pertama masuk ke perut bayi adalah sesuatu yang manis, oleh karena itu dianjurkan mentahnik dengan sesuatu yang manis jika tidak mendapatkan kurma.”[5]

 

Al-Mawardi rahimahullah berkata,

فعند من يجيز التحنيك فالأفضلُ عنده أن يكون بالتمر، فإن لم يجد فيحنِّكه بشيءٍ يكون حُلْوًا على ما ذهب إليه الشافعية والحنابل

“Menurut ulama yang membolehkan tahnik (bukan perbuatan khusus bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saja), maka yang paling utama menurut mereka menggunakan kurma, jika tidak ada maka dengan sesuatu yang manis sebagaimana pendapat Syafi’iyyah dan Hanabilah.”[6]

 

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,

كون التحنيك بتمر وهو مستحب ولو حنك بغيره حصل التحنيك ولكن التمر أفضل

“Tahnik dilakukan dengan kurma dan ini mustahab, namun andai ada yang mentahnik dengan selain kurma maka telah terjadi perbuatan tahnik, akan tetapi tahnik dengan kurma lebih utama.”[7]

 

Demikian juga penjelasan Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah,beliau berkata

وأولاه التمر فإن لم يتيسر تمر فرطب وإلا فشيء حلو وعسل النحل أولى من غير

Dan yang lebih utama (ketika) mentahnik ialah dengan kurma kering (tamr). Jika tidak mudah mendapatkan kurma kering (tamr) maka dengan kurma basah (ruthab) . Dan kalau tidak ada kurma dengan sesuatu yang manis dan tentunya madu lebih utama dari yang lainnya (kecuali kurma)”.[8]

 

Dan hikmah mengapa harus yang manis telah terungkap dalam ilmu kedokteran, berikut penelitian penelitian dokter spesialis yaitu dr. Muhammad Ali Al-Baar, ini adalah ringkasannya,

” إن مستوى السكر ” الجلوكوز” في الدم بالنسبة للمولودين حديثاً يكون منخفضاً ، وكلما كان وزن المولود أقل ، كان مستوى السكر منخفضاً .

وبالتالي فإن المواليد الخداج [وزنهم أقل من 2.5كجم] يكون منخفضاً جداً بحيث يكون في كثير من الأحيان أقل من 20 ملليجرام لكل 100 ملليلتر من الدم . وأما المواليد أكثر من 2.5 كجم فإن مستوى السكر لديهم يكون عادة فوق 30 ملليجرام .
ويعتبر هذا المستوى ( 20 أو 30 ملليجرام ) هبوطاً شديداً في مستوى سكر الدم ، ويؤدي ذلك إلى الأعراض الآتية :

1-أن يرفض المولود الرضاعة .

2-ارتخاء العضلات .

3-توقف متكرر في عملية التنفس وحصول ازرقاق الجسم .

4-اختلاجات ونوبات من التشنج

 

Sesungguhnya kandungan zat gula “glukosa” dalam darah bayi yang baru lahir adalah sangat kecil, dan jika bayi yang lahir beratnya lebih kecil maka semakinkecil pula kandungan zat gula dalam darahnya.

Oleh karena itu, bayi prematur (lahir sebelum dewasa), beratnya kurang dari 2,5 kg, maka kandungan zat gulanya sangat kecil sekali, dimana pada sebagian kasus malah kurang dari 20 mg/100ml darah. Adapun anak yang lahir dengan berat badan di atas 2,5 kg maka kadar gula dalam darahnya biasanya di atas 30 mg/100 ml.

Kadar semacam ini berarti (20 atau 30 mg/100 ml darah) merupakan keadaan bahaya dalam ukuran kadar gula dalam darah. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya berbagai penyakit:

1.Bayi menolak untuk menyusui;

2.Otot-otot melemas;

3.Berhenti secara terus-menerus aktivitas pernafasan dan kulit bayi menjadi kebiruan;

4.Kontraksi atau kejang-kejang[9]

 

Tujuan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah imunisasi?

Setelah mengetahui hikmah tahnik melalui penjelasan ulama maka kita dapati tidak ada yang menyatakan bahwa hikmahnya adalah imunisasi alami, atau semisal meningkatkan kemampuan tubuh untuk untuk melawan penyakit. Apalagi menyatakan bahwa tujuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah imunisasi, maka ini perlu dalil dan kita tidak mendapati dalil tersebut. Maka harus berhati-hati karena berkata-kata dusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ancamannya keras.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

 

“Barang siapa berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka’”[10]

 

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta atas nama orang lain. Karena barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya dari neraka.”[11]

 

Tidak hanya tahnik saja tetapi dibarengi juga dengan mendoakan

Ada ulama juga yang berpendapat bahwa tahnik sebenarnya adalah mendoakan dan mengharap berkah. Jadi tidak hanya tahnik saja tetapi harus disertai dengan mendoakan bayi tersebut.

Syaikh Ihsan bin Muhammad Al-‘Utaibi berkata,

قلت: الصحيح الثابت أن المحنِّك “يدْعُو للْمَوْلودِ بِالبَرَكَةِ”، كما جاء في “صحيح البخاري” (10/707) من حديث أبي موسى الأشعري. وفي صحيح مسلم (3/193) من حديث عائشة رضي الله عنها ” يُبَرِّكُ عَلَيْهِمْ” – أي: يدعو لهم بالبركة صلى الله عليه وسلم

 

“Yang shahih, bahwasanya orang yang melakukan tahnik mendoakan keberkahan bagi bayi, sebagaimana dalam hadits di shahih Bukhari (10/707) pada hadits Abu Musa Al-Asy’ari dan di Shahih Muslim (3/193) dari hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, ‘beliau mendoakan keberkahan bagi mereka’.”[12]

 

Ibnu hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan doa yang dibaca,

قوله ثم حنكه أي وضع في فيه التمرة ودلك حنكه بها قوله وبرك عليه أي قال بارك الله فيه أو اللهم بارك فيه

 

“Maksud mentahnik adalah meletakkan dalam mulut bayi kurma, kemudian menggosoknya, kemudian mendoakannya yaitu berdoa,
با ر ك ا لله فيه (Baarakallahu fihi). Artinya : “Berkah Allah kepadanya”.
atau
ا للهم با ر ك فيه (Allahumma baarik fihi). Artinya : “Ya Allah berkahilah dia”[13]

 

Bakteri dalam mulut merangsang imunitas alami?

Salah satu teori yang diusung oleh mereka yang menyatakan bahwa tahnik adalah imunisasi alami yaitu bakteri dari mulut orang yang mentahnik akan berpindah ke perut bayi kemudian merangsang imunitas alami, sebagaimana teori imunisasi yaitu memaparkan antigen seperti bakteri yang dilemahkan atau yang dimatikan.  Maka, ini perlu penelitian dan pembuktian ilmiah. Dan jika benar maka bayi tersebut hanya kebal terhadap bakteri di mulut bukan dengan bakteri penyakit yang lain. Wallahu ‘alam.

 

Demikian pembahasan dari kami. jika ada saran, masukan dan kritik yang bersifat membangun harap disampaikan kepada kami. Mungkin masih ada ilmu yang belum sampai kepada kami. semoga bermanfaat.

Disempurnakan di Lombok, Pulau seribu masjid

27 Dzulqo’dah 1433 H

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Artikel www.Muslimafiyah.com

 


[1] Fathul Baari 9/558,  Darul ma’rifah, Beirut, 1379 H, syamilah

[2] Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5467 Fathul Bari) Muslim (2145 Nawawi), Ahmad (4/399), Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (9/305) dan Asy-Syu’ab karya beliau (8621, 8622)

[3] Muttafaq ‘alaih

[4] HR. Bukhari (no. 5468) dan Muslim (I/163-164). Lafadz hadits ini oleh Bukhari

[5] Al-Islam su’al wal jawab, sumber: http://islamqa.info/ar/ref/102906

[6] Al-Inshaf lil Mawardi 4/104, sumber: http://www.ferkous.com/site/rep/Bo46.php

[7] Syarhu Muslim lin Nawawi 14/124, Dar Ihya’ut Turost, Beirut, cet. II, 1392 H< syamilah

[8] Fathul Baari 9/558,  Darul ma’rifah, Beirut, 1379 H, syamilah

[9]Al-Islam su’al wal jawab, sumber: http://islamqa.info/ar/ref/102906

[10] Hadits mutawatir diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Jami’ush Shahih ,Imam Muslim dalam Muqadimmah Shahih Muslim,Imam Tirmidzi dalam al-Jami’ , Imam Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud, Imam Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah, Imam Ad-Darimi dalam Sunan ad-Darimi

[11] HR. Al-Bukhari no. 1209 dan Muslim no. 4

[12] Sumber: http://www.saaid.net/Doat/ehsan/140.htm

[13] Fathul Baari 7/248, Darul ma’rifah, Beirut, 1379 H, Syamilah


Artikel asli: https://muslimafiyah.com/benarkah-tahnik-adalah-imunisasi-dalam-ajaran-islam.html